Analisi Kasus Dewi Yasin Limpo Anggota DPR di Duga Melakukan Suap

Nama                           : Hendrik Kiawan Wirantanus
NIM                            : 2014 1 011 0311 302 (V-B)
Matkul                         : Pidana Khusus
Dosen Pengampu        : Setiawan Nurdayasakti,SH.,M.H
__________________________________________________________________________.

Dewi Yasin Limpo adalah Anggota DPR RI Komisi VII – ESDM, Riset, dan Teknologidari Fraksi Hanura. Dewi Yasin Limpo, sekretaris pribadinya Rinelda Bandoso, staf ahlinya Bambang Wahyu Hadi, pengusaha Setiadi, dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiai Iranius ditahan sebagai lima orang OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK terkait dugaan pengurusan izin Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Papua untuk tahun anggaran 2016.
Dalam kasus ini, Dewi diduga disuap oleh pengusaha dari PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiady Jusuf, dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Deiyai, Irenius Adi.Suap itu diduga agar memasukkan proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, ke dalam pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2016.
Dewie berjanji akan memuluskan pengalokasian anggaran di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam APBN 2016 ke Kabupaten Deiyai untuk membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Kelapa Gading disepakati jadi tempat pertemuan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya antara Setiadi, Rinelda, Dewie, dan Bambang Wahyu Hadi (staf ahli Dewi).Namun, Selasa itu, hanya Rinelda yang diutus Dewie menemui Setiadi dan Irenius untuk menerima uang.
Dewie bahkan berani menjanjikan alokasi dana Rp 50 miliar untuk proyek itu.Sebagai imbalannya, Dewie minta jatah 10 persen dari total nilai anggaran proyek sebesar Rp 225 miliar.Setiadi, yang ditunjuk menjadi bohir pengurusan fee anggaran ke DPR oleh Irenius, keberatan.Setiadi menawar tujuh persen dari total anggaran Rp 50 miliar sebagai fee.Alasannya, tiga persen lainnya akan dialokasikan kepada anggota DPR lain. Dewie tidak keberatan, tetapi meminta agar separuh commitmen fee dibayar di muka (sekitar Rp 1,7 miliar). Uang itulah yang diserahkan Setiadi kepada Rinelda di Kelapa Gading.Sebenarnya, Setiadi telah menyiapkan uang rupiah.Namun, Rinelda keberatan dan minta uang dalam bentuk dollar Singapura.Agar tak mencurigakan, uang itu dibungkus kantong bekas keripik singkong, kemudian dimasukkan ke dalam tas keresek hitam. Sekretaris pribadi Dewie Yasin Limpo itu sudah curiga dirinya diikuti saat hendak bertemu pengusaha asal Papua, Setiadi Jusuf, serta Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adi. Dia pun meminta tempat pertemuan dipindah.Mereka pun berpindah tempat pertemuan hingga tiga kali.Rupanya Rinelda tetap merasa khawatir.Ia pun meninggalkan Setiadi dan Irenius, kemudian bergerak ke Cempaka Putih, Jakarta Pusat.Rinelda meminta Setiadi dan Irenius menemuinya di Restoran Baji Pamai, Jalan Bulevar Raya, Kelapa Gading. Pada Selasa itu, 20 Oktober 2015 sekitar pukul 17.30, penyerahan uang terjadi.Petugas KPK pun langsung menangkap ketiganya begitu mereka keluar restoran.Turut diamankan, kerabat Setiadi, Harry Jusuf, anggota Brimob Devianto selaku ajudan dari Setiadi, dan seorang sopir mobil rental.
Di TKP, KPK memukan uang dalam bentuk dollar Singapura sebanyak 177.700, dalam bentuk pecahan 50, 500, dan 1.000. Selain uang dalam bentuk dollar Singapura, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan handphone. Setelah itu, tim KPK lainnya bergerak mencari Dewie dan Bambang ke Bandara Soekarno- Hatta.Mereka diketahui akan ke Makassar dengan menumpangi pesawat GA 614 pukul 18.45 WIB.KPK meminta bantuan otoritas dan Polres bandara mencegah keduanya terbang.Pada waktu bersamaan atau sekitar pukul 19.00 WIB, Tim Satgas II menangkap Dewie Yasin Limpo dan staf ahlinya, Bambang Wahyu Hadi di Terminal Keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten.
Selanjutnya, delapan orang tersebut dibawa ke kantor KPK untuk dilakukan pemeriksaan.Hasil pemeriksan, penyelidikan dan temuan alat bukti oleh KPK, disimpulkan pemberian uang Rp 1,7 miliar tersebut merupakan suap terkait megaproyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2016.Uang tersebut diduga baru 50 persen pertama untuk pemulusan anggaran megaproyek Kementerian ESDM Tahun 2016 tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam, pihak KPK menetapkan Iranius dan Setiadi sebagai tersangka pemberi suap.Sementara, Dewie Yasin Limpo dan dua anak buahnya, Rineldo Bandaso dan Bambang Wahyu Hadi, disangkakan sebagai penerima suap.Adapun tiga orang lainnya, yakni pengusaha Hari, anggota Brimob Devianto dan sopir mobil rental dilepaskan karena tidak cukup bukti terlibat praktik suap tersebut.
Berdasarkan kasus di atas maka, dalam tersangka Dewi Yasin Limpo, sekretaris pribadinya Rinelda Bandoso, dan staf ahlinya Bambang Wahyu Hadidapat dijerat Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a UU Korupsi karena Dewi Yasin Limpo beserta anak buahnya tersebut sebagai penyelenggara negara menerima hadiah berupa uang agar memasukkan proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, ke dalam pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2016 yang semestinya bertentangan dengan kewajibannya. Menurut Pasal 11 UU Korupsi ketiga orang ini dapat dipidana pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (pasal 11 UU Korupsi).
*      Pasal 12 huruf a UU Korupsi:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
*      Pasal 12 huruf b UU Korupsi:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah mealakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Sementara Iranius dan Setiadi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) UU Korupsi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama (5) tahun, atau pidan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (pasal 11 UU Korupsi). Sebagai wujud perbuatannya sebagai berikut:

*      Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Korupsi:
Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalamjabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.
*      Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Korupsi:
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Jadi, yang memberikan SUAP dipersangkakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b atau pasal 11 UU Korupsi yakni tentang SUAP. Sedangkan yang diberikan SUAP dipersangkakan dengan pasal 12 huruf a, huruf b atau pasal 11 UU Korupsi atau tentang gratifikasi.

Komentar