Perbandingan UU No. 23 Tahun 2002 dengan UU No. 35 Tahun 2014



UU NO 23 TAHUN 2002
UU NO 35 TAHUN 2014
KETERANGAN

Pasal 1 angka 7
Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.


Pasal 1 angka 8
Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau
memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
Anak yang Memiliki Keunggulan adalah Anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa atau memiliki
potensi dan/atau bakat istimewa tidak terbatas pada kemampuan intelektual, tetapi juga pada
bidang lain.


Pasal 1 angka 12
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh
Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.


Di antara angka 15 dan angka 16
Dalam Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 15a
Pasal 1 angka 15a
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.


Pasal 1 angka 17
Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.



Pasal 1 angka 18 (+)
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan walikota serta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan.


Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali.


Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 9 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a)
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan
juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
1. Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
1a. Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan
Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau
pihak lain.
2. Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), Anak
Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki
keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.


Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial.


Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 14 ayat (!) dan (2)
1. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
2. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:
a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses
tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d. memperoleh Hak Anak lainnya.


Penjelasan Pasal 14
Pemisahan yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya.
Penjelasan Pasa; 14 ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemisahan” antara lain pemisahan akibat perceraian dan situasi lainnya dengan tidak menghilangkan hubungan Anak dengan kedua Orang Tuanya, seperti Anak yang ditinggal Orang
Tuanya ke luar negeri untuk bekerja, Anak yang Orang Tuanya ditahan atau dipenjara.


Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.


Pasal 20
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban
dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak


Judul Bagian Kedua pada BAB IV
Bagian Kedua Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah
Bagian Kedua
Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah


Pasal 21
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi
setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,
status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
1. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.
2. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara berkewajiban
untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak.
3. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
4. Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan
mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
5. Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diwujudkan melalui upaya daerah
membangun kabupaten/kota layak Anak.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan kabupaten/kota layak Anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.


Pasal 22
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.


Penjelasan Pasal 22
Yang dimaksud dengan “dukungan sarana dan prasarana”, misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, fasilitas pelayanan kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan Anak, termasuk optimalisasi dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan Perlindungan Anak yang ada di daerah.


Pasal 23
1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap anak.
2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
1. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain
yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak.
2. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.


Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.


Pasal 25
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
1. Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan melalui
kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2. Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak.


Judul Bagian Keempat pada BAB IV diubah
Bagian Keempat Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua
Bagian Keempat Kewajiban dan Tanggung Jawab Orang Tua dan Keluarga


Pasal 26
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
2. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak
dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 27 ayat (4)
Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
4. Dalam hal Anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan Orang Tuanya tidak diketahui
keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk Anak tersebut didasarkan pada keterangan orang
yang menemukannya dan dilengkapi berita acara pemeriksaan kepolisian.


Pasal 28
1. Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya
diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
2. Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
3. Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
4. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.
1. Pembuatan akta kelahiran dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang administrasi kependudukan.
2. Pencatatan kelahiran diselenggarakan paling rendah pada tingkat kelurahan/desa.
3. Akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya.
5. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 33 ayat (1), (3), (4), (5)
1. Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat
tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat
ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.
3. Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama
yang dianut anak.
4. Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik
anak yang bersangkutan.
5. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
1. Dalam hal Orang Tua dan Keluarga Anak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi
persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan.
3. Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki kesamaan dengan agama
yang dianut Anak.
4. Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab terhadap diri Anak dan wajib
mengelola harta milik Anak yang bersangkutan untuk kepentingan terbaik bagi Anak.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penunjukan Wali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 38A
Pasal 38A
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 39 ayat (1), (2), dan (5)
1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
5. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
1. Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
5. Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.


Di antara Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (2a) :
1. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
3. Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
1. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
2a. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
3. Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.


Di antara Pasal 39 ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) :
4. Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5. Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
3. Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
4a. Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).
5. Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.


Pasal 41
1. Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.
2. Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan Anak.


Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 41A
Pasal 41A
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaaan pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 43 ayat (1)
1. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya.
1. Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, Orang Tua, Wali, dan lembaga
sosial menjamin Perlindungan Anak dalam memeluk agamanya.


Pasal 44
1. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan.
2. Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.
3. Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan.
4. Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang komprehensif bagi Anak agar setiap Anak memperoleh derajat kesehatan yang
optimal sejak dalam kandungan.
2. Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didukung oleh peran serta Masyarakat.
3. Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
4. Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
secara cuma-cuma bagi Keluarga yang tidak mampu.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) disesuaikan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 45 ayat (2) dan (3)
2. Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.
3. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dalam hal Orang Tua dan Keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhinya.
3. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Di antara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 45A dan Pasal 45B
Pasal 45A
Setiap Orang dilarang melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan, kecuali dengan
alasan dan tata cara yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45B
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari perbuatan
yang mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang Anak.
2. Dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan Orang Tua harus melakukan aktivitas yang melindungi Anak.


Pasal 46
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib mengusahakan agar Anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.


Pasal 47
1.Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi
organ tubuhnya untuk pihak lain.
2. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan:
3. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan
kesehatan anak;
4. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan
5. penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.
1. Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi
Anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
2. Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari perbuatan:
a. pengambilan organ tubuh Anak dan/atau jaringan tubuh Anak tanpa memperhatikan kesehatan Anak;
b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh Anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan Anak sebagai objek penelitian tanpa seizin Orang
Tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi Anak.


Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua Anak.


Pasal 49
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempat_an yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan.


Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan
aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
Anak Penyandang Disabilitas diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan inklusif dan/atau pendidikan khusus.


Pasal 53
1. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan
cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar,
dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
2. Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan
dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi Anak dari Keluarga kurang mampu, Anak Terlantar, dan Anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
2. Pertanggungjawaban Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula mendorong Masyarakat untuk berperan aktif.


Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau
lembaga pendidikan lainnya.
1. Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.


Pasal 54 ditambah penjelasan ayat (1)
Pasal 54 : Cukup jelas
1. Yang dimaksud dengan “lingkungan satuan pendidikan” adalah tempat atau wilayah berlangsungnya proses pendidikan.


Pasal 55
1. Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga.
2. Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
3. Untuk menyelenggarakan pemeli_ha_raan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait.
4. Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan, dan
rehabilitasi sosial Anak terlantar, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
2. Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
3. Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan Anak terlantar, lembaga pemerintah dan
lembaga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengadakan kerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait.
4 Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, pengawasannya dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.


Pasal 56
1. Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan
membantu anak, agar anak dapat :
1. berpartisipasi;
2. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
3. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan
perkembangan anak;
4. bebas berserikat dan berkumpul;
5. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
6. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
2. Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak.
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib
mengupayakan dan membantu Anak, agar Anak dapat:
a. berpartisipasi;
b. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
c. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan Anak;
d. bebas berserikat dan berkumpul;
e. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
f. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
2. Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia Anak,
tingkat kemampuan Anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu
perkembangan Anak.


Pasal 58 ayat (2)
2. Pemerintah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan
tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 59
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
1. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.
2. Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.


Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A
Pasal 59A
Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui
upaya:
a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial,
serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.


Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas :
1. anak yang menjadi pengungsi;
2. anak korban kerusuhan;
3. anak korban bencana alam; dan
4. anak dalam situasi konflik bersenjata.
Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Anak yang menjadi pengungsi;
b. Anak korban kerusuhan;
c. Anak korban bencana alam; dan
d. Anak dalam situasi konflik bersenjata.


Ketentuan Pasal 63 dihapus.
Pasal 63 :
Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.



Pasal 64
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana,
merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
1. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
2. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
3.penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
5. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan dengan hukum;
6. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
7. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
1. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
2. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi;
3. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental,
maupun sosial; dan
4. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara.
Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. pemisahan dari orang dewasa;
c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. pemberlakuan kegiatan rekreasional;
e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi
serta merendahkan martabat dan derajatnya;
f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;
g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan
dalam waktu yang paling singkat;
h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang
tertutup untuk umum;
i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. pemberian advokasi sosial;
l. pemberian kehidupan pribadi;
m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
n. pemberian pendidikan;
o. pemberian pelayanan kesehatan; dan
p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 65
1. Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan bahasanya sendiri.
2. Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pemba_ngunan masyarakat dan
budaya.
Perlindungan Khusus bagi Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan bahasanya sendiri.


Pasal 66
1. Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui :
1. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
3. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi
dan/atau seksual.
Perlindungan Khusus bagi Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d dilakukan melalui:
a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan Masyarakat
dalam penghapusan eksploitasi terhadap Anak secara ekonomi dan/atau seksual.


Penjelasan Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil. Yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara seksual” adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari Anak untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.


Pasal 67
1. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
(2) Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi napza sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Perlindungan khusus bagi Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf e dan Anak yang terlibat dalam produksi dan distribusinya dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.





































Komentar

Posting Komentar