Analisi Kasus Patrice Rio Capella Sekjen Partai Nasdem


Nama                           : Hendrik Kiawan Wirantanus
NIM                            : 2014 1 011 0311 302 (V-B)
Matkul                         : Pidana Khusus
Dosen Pengampu        : Bpk. Setiawan Nurdayasakti,SH.,M.H.
_____________________________________________________________________________

A.    KRONOLOGI KASUS

PATRICE RIO CAPELLA (PRC)- Sekjen partai Nasdem sekaligus menjadi anggota DPR, pada awalnya dipanggil Komisi Pemberantas Korupsi  (KPK) hanya sebagai saksi dalam kasus Gatot Pujo Nugroho Gubernur Sumatra Utara dan istrinya Evy Susanti dalam kasus korupsi dana bansos, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), Penyertaan modal pada sejumlah BUMD Pemprov Sumatra Utara. Kemudian PRC menjadi tersangka, sedangkan Penetapan pada Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy pada tanggal 12 oktober 2015 dan PRC dikirimi surat pada tanggal 13 oktober 2015 untuk diperiksa pada tanggal 16 oktober 2015, artinya pada saat ini PRC belum memenuhi syarat sebagai sebagai tersangka.

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) segera merampungkan berkas pemeriksaan untuk PRC yang kemudian tidak terlalu lama pemeriksaan RPC telah dilimpahkan ke tahap penuntutan, maka dalam waktu yang tak lama juga PRC tersangka terkait penyidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atau Kejaksaam Agung segera menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Winantuningtyastiti Swasanani rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia yang diperiksa sebagai saksi untuk kasus PRC ini keluar sekira pukul 15.30 WIB. Perempuan yang akrab disapa Wina ini mengatakan, dirinya diminta keterangan soal kegiatan PRC selama menjadi anggota DPR. Pasalnya, PRC sempat berada di Komisi III DPR sebelum mengundurkan diri saat kasus yang menjeratnya mencuat. "Tadi ditanya seputar kegiatannya di DPR, seperti rapat komisi," ujar Wina usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (27/10/2015). Saat disinggung apakah ada yang aneh dari aktivitas Rio Capella selama menjadi anggota dewan untuk periode 2014-2015 ini, Wina tidak menjawabnya. Menurut dia, pertanyaan penyidik hanya seputar pada kegiatan Rio Capella selama di DPR.   

Selain memeriksa Wina, penyidik lembaga antirasuah ini juga memeriksa Fransisca Insani Rahesti, perempuan yang diduga perantara uang Rp200 juta dari Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan Istrinya Evy Susanti kepada PRC.

Dari hasil penyidikan tersebut, kemudian PRC resmi menjadi tahanan sejak Jumat 23 Oktober 2015 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama. Penahanan ini untuk mempermudah proses penyidikan kasus yang telah menyeretnya itu lantaran diduga menerima uang Rp200 juta dari Gatot Pujo Nugroho dan Evy.

B.     ANALISIS KASUS

Dari kasus tersebut diatas dipersangkakan kepada PRC disangka melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

*      Pasal 12 huruf a UU Korupsi:

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

*      Pasal 12 huruf b UU Korupsi:

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah mealakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Sedangkan tindak pidana yang dikenakan sebagaimana uraian diatas maka dipidana dengan pidana penjarap paling singkat yakni 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp.250.000.000,00 sesuai pasal 11 UU Korupsi yang wujud dari pekerjaanya sebagaimana dalam pasal 12 huruf a, dan huruf b. Sampai saat ini kasus PRC disebut bentuk gratifikasi karena dilihat dari nominal yang diberikan oleh Gatot Pujo Nugroho kepada PRC sebesar 200 jt rupiah, oleh karena itu nominal tersebut sebagai syarat gratifikasi. sedangkan kasus ini untuk menjurus ke dalam bentuk SUAP masih sangat mungkin karena dilihat dari perkembangannya bahwa PRC ini belum tuntas secara menyeluruh.  

Sedangkan, Gatot Pujo Nugroho dan Evy disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

*      Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Korupsi:

Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalamjabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.

*      Pasal 5 ayat (1)  huruf b UU Korupsi:

Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b tersebut diatas untuk yang menyuap, jadi ancaman pidananya yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (pasal 11 UU Korupsi).

            Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kasus ini yang diberikan SUAP dikenakan dengan pasal 11, pasal 12 huruf a, huruf b UU Korupsi atau tentang gratifikasi. Sedangkan yang memberikan SUAP  dikenakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b UU Korupsi atau tentangg SUAP.

Komentar