Analisis Kasus SOFYAN ABDUL NAIF dalam HPAP (Hukum Perlindungan Anak Dan Perempuan)


Nama                           : Hendrik Kiawan Wirantanus
NIM                            : 2014 1 011 0311 302
Matkul                         : Hukum Perlindungan Anak dan Perempuan (HPAP)
Dosen Pengampu        : Ratri Novita Erdianti, SH., M.H
______________________________________________________________________________

A.    KRONOLOGIS /  KASUS POSISI[1]

Pengadilan Negeri Tanjung Balai yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan Putusan sebagai berikut dibawah ini dalam perkara terdakwa:

§  Nama Lengkap            : SOFYAN ABDUL NAIF alias TEMBONG

§  Tempat lahir                : Ledong Timur

§  Jenis kelamin               : 26 tahun/29 juli 1987

§  Jenis kelamin               : laki-laki

§  Kebangsaan                 : Indonesia

§  Tempat tinggal            : Dusun I Desa Ledong Timur Kec. Aek Ledong Kab. Asahan

§  Agama                         : Islam

§  Pekerjaan                     :Kuli Bangunan

Tuntutan Penuntut Umum:

1.      Menyatakan terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Dengan sengaja melakukan persetubuhan terhadap anak dibawah umur secara berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo pasal 64 KUHPidana.

2.      Menjatuhkan pidana  terhadap terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.

3.      Menyatakan barang bukti

4.      Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000.

Pembelaan terdakwa pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan menyesal serta tidak mengulangi perbuatan tersebut. Kemudian menurut surat dakwaan penuntut umum tertanggal 03 maret 2014 terdakwa diajukan ke persidangan karena di dakwa pada bulan desember 2012 dan dilanjutkan lagi bulan nopember 2013 kemudian dilanjutkan lagi pada hari kamis tanggal 26 Desember 2013 masih pada daerah Hukum Pengadilan Negeri Tanjungbalai yang berwenang untuk mengadilinya, pada intinya: harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut dengan sengaja melakukan tipu muslihat, sengkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain terhadap saksi Novita Sari Br Munthe. Bermula pada bulan desember 2012 tedakwa SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG membujuk, melakukan tipu muslihat, membohongi anak yakni saksi Novita Sari Br Munthe untuk malakukan tipu persetubuhan dengannya. Begitu juga untuk bulan-bulan selanjutnya dan adapun tujuann terdakwa melakukan tindak pidana tersebut karena terdakwa sayang dan cinta kepada saksi Novita Sari Br Munthe. Kemudian pada tanggal 27 desember 2013 orang tua saksi Novita Sari Br Munthe yakni saksi Alex Munthe membuat pengaduan ke Kantor Polres Asahan untuk dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.

Akibat dari perbuatan terdakwa tersebut saksi Novita Sari Br Munthe menjadi tidak perawan dan diperkuat oleh hasil Visum. Perbahan tersebut adalah alat kelamin Hymen robek jam 01,03,05,07,08,11.

Kesimpulan: Hymen non intake – perbuatan terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF als Tembong tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo pasal 64 KUHPidana

Dari hasil dakwaan tersebut, terdakwa menyatakan telah mengerti dan tidak mengajukan eksepsi (keberatan). Sedangkan Penuntut Umum mengajukan saksi-saksi (empat orang saksi), yang masing-masing telah didengar keterangannya dibawah sumpah/janji. Pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut:

-          I. Saksi Novita Sari Br Munthe

-          II. Nur Cahaya Br Munthe

-          III. Rini

-          IV. Alek Munthe dan,

-          Terdakwa (Sofyan Abdul Naif als Tembong)



Atas keterangan saksi-saksi diatas terdakwa menyatakan tidak keberatan dan membenarkannya, dan demikian juga saksi-saksi membenarkan kalau barang bukti tersebut adalah barang atau alat atau hasil yang dipergunakan dalam tindak pidana.

Dalam pemeriksaan dipersidangan telah ditemukan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, serta adanya barang bukti dimana setelah Majlis Hakim menghubungkan dan menyesuaikan satu dengan yang lain bukti-bukti tersebut, dan telah pula dinilai cukup kebenarannya, maka dapat diperoleh adanya fakta-fakta hukum sebagai berikut:

*      Bahwa terdakwa melakukan persetubuhan terhadap korban sebanyak 3 (tiga) kali

*      Bahwa adapun sebelum terdakwa melakukan persetubuhan terhadap korban, terdakwa berjanji menikahi korban

*      Bahwa orang tua korban sebelumnya pernah melarang terdakwa berhubungan dengan korban

*      Bahwa adapun pertama kali terdakwa melakukan persetubuhan tersebut dilakukan dibelakang sekolah SD

*      Bahwa terdakwa dengan korban berpacaran selama 2 (dua) tahun dan saat itu korban masih perawan

*      Bahwa sebelumnya terdakwa mengetahui korban masih anak-anak/dibawah umur

*      Bahwa adapun hubungan tersebut terjadi karena terdakwa benar-benar cinta sama korban

*      Bahwa terdakwa melakukan persetubuhan tersebut diatas kursi panjang dan korban terdakwa tidurkan diatas kursi tersebut

*      Bahwa terdak masih cinta dan sayang terhadap korban sampai sekarang

*      Bahwa atas perbuatan  tersebut terdakwa merasa bersalah dan menyesal

Selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan apakah fakta-fakta hukum diatas dapat menyatakan terdakwa bersalah, maka harus terlebih dahulu diteliti fakta-fakta tersebut apakah memenuhi unsur-unsur tindak pidana seperti dalam dakwaan Penuntut Umum. Selanjut Majlis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan, selanjutnya hakim akan membuktikan Dakwaan Tunggal pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo 64 KUHPidana.

Bahwa berdasarkan pertimbngan setiap unsur dalam pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan mengkaitkan fakta-fakta hukum yang didapat dalam persidangan dan Dakwaan Penuntut Umum seperti yang diuraikan diatas, maka Majlis Hakim berpendapat unsur tersebut telah terbukti dan terpenuhi. Menimbang, bahwa oleh terdakwa telah memenuhi seluruh unsur pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo pasal 64 KUHPidana, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Akan tetapi sebelum menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa maka terlebih dahulu dipertimbangkan mengenai hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa:

HAL-HAL YANG MEMBERATKAN:

-          Perbuatan terdakwa telah merusak masa depan korban Novita Sari Br Munthe

HAL-HAL YANG MERINGANKAN:

-          Terdakwa mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya

-          Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya

-          Terdakwa tidak pernah dihukum



B.     PEMBAHASAN

Dari uraian kronologis kasus diatas maka dapat dipertimbangkan kembali berdasarkan unsur-unsur pasal yakni dalam hal ini unsur pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo pasal 64 KUHPidana. Maka penulis mencoba menguraikan sebagai berikut:

1.      Pengertian unsur-unsur pasal dan pembuktian unsur-unsur tersebut yang didakwakan  terhadap terdakwa sebagaimana yang tercantum dalam putusan[2], yakni:

o   Barang siapa

o   Dengan sengaja

o   Melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

o   Sehingga  harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut.

Ad.1. unsur barang siapa:

“Unsur barang siapa” dalam pasal ini adalah setiap subyek hukum yang menunjuk kepada orang (pelaku) yang diduga telah melakukan tindak pidana, dan kepadanya dapat dikenakan pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang didakakan kepadanya, serta tidak diketemukan adanya alasan pemaaf maupun pembenar yang dapat menghapuskan sifat pemaaf maupun  pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumdari perbuatan tersebut.

Dalam hal ini Penuntut Umum telah diajukan kepersidangan sebagai Terdakwa adalah SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG yang man identitasnya telah dimuat dalam surat dakwaan dan ternyata telah dibenarkan dan ternyata telah dibenarkan oleh Terdakwa, dan berdasarkan dari keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa yang saling bersesuain bahwa Terdakwa adalah pelaku dari tindak pidana yang didakwakan dalam pasal ini, sehingga unsur ini telah terbukti dan terpenuhi.

Ad.2. unsur dengan sengaja:

“unsur dengan sengaja” dalam pasal ini adalah dimana adanya niat dan keinginan dari terdakwa untuk melakukan persetubuhan terhadap saksi Novita Sari Br Munthe dengan cara memasukkan kemaluan  terdakwa kedalam kemaluas saksi Noita Sari Br Munthe lalu menggoyang-goyangkan sehingga sperma pada kemaluan terdakwa keluar dan hubungan antara terdakwa dengan saksi Novita Sari Br Munthe adalah pacaran, sehingga unsur ini telah terbukti dan terpenuhi.

Ad.3. melakukan tipu muslihat, serangaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain:

“unsur ini dalam kasus Terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan peretubuhan dengannya atau dengan orang lain dalam pasal ini adalah sebagaimana yang tercantum dalam fakta-fakta hukum yang didapat dari Penuntut Umum yang kemudian dipertimbangkan oleh Majlis Hakim dipersidangan maka unsur ini terbukti dan diakui oleh Terdakwa.

Ad.4. sehingga dapat dipandang sebagai  suatu hal yang berlanjut:

“unsur sehingga dapar dipandang sebagai suatu hal yang berlanjut” dalam pasal ini adalah terdakwa melakukan perbuatan tersebut berulang kali serta berlanjut sebanyak kurang lebih 3 (tiga) kali, yakni:

-          Pada bulan desember 2012

-          Pada bulan november 2013

-          Pada bulann desember 2013

Sehingga unsur ini telah terbukti dan terpenuhi.

Dalam kasus ini Majlis hakim tidak sependapat dengan dengan Jaksa Penuntut Umum lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, oleh karena itu dalam menjatuhkan pidana Majlis  Hakim harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat tanpa mengesampingkan rasa keadilan bagi terdakwa. Sehingga dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Majlis Hakim menimbang, mengingat, memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo pasal 64 KUHPidana, serta Kitab Undang-Undang Acara Pidana serta ketentuan hukum lain yang berhubungan dengan  perkara ini. Maka menetapkan:

1.      Terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja melakukan persetubuhan terhadap anak dibawah umur secara berlanjut”

2.      Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SOFYAN ABDUL NAIF ALS TEMBONG, dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan

3.      Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan dari seluruh pidana yang dijatuhkan

4.      Memerintah terdakwa tetap dalam tahanan

5.      Membebankan terdakwa membayar ongkos perkara sebesar Rp. 5.000 (lima ribu rupiah).

 Dalam hal ini penulis sepedapat dengan Majlis Hakim karena dalam penetapan ini masih ada hal-hal yang meringankan selain dari yang tertera diatas yakni bahwasanya terdakwa dengan korban melakukan ini atas dasar rasa cinta dan sayang (suka sama suka) walaupun alasan “suka sama suka” tidak dapat terima karena anak dibawah umur dipandang belum cakap dalam mengambil keputusan. Perlu diketahui juga “janji” yang diberikan terdakwa kepada korban yakni “janji” yang dilakukan oleh anak dibawah umur jadi secara otomatis perjanjian tersebut tidak sah.

Namun, dalam hal ini coba dikaitkan dengan Dasar Pemidanaan[3]:

a.       Dasar pemidanaan

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia harus sesuai dengan falsafah pancasila yang mampu membawa kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara.

o   Ketuhanan

Pidana adalah tuntutan keadilan dan kebenaran Tuhan.

o   Falsafah

Berdasarkan ajaran kedaulatan rakyat dari J.J.Roussdau, berarti ada kesepakatan fiktif antara rakyat dan negara, itu berarti rakyat berdaulat dan menentukan pemerintahan. Kekuasaan negara adalah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat, setiap rakyat menyerahkan sebagian hak asasi kepada negara dengan imbalan perlindungan untuk kepentingan hukumnya dari negara.

o   Perlindungan Hukum (Yuridis)  

Dasar dari pemidanaan ini adalah bahwa penerapan hukum pidana adalah untuk menjamin ketertiban hukum.



Singkat penulis, dalam dikaitkan dengan kasus ini bahwa apa yang ditetapkan oleh Majlis Hakim diatas semata atas dasar pemidanaan: Ketuhanan, Falsafah dan Perlindungan Hukum sebagaimana yang dipertimbangkan sebelum Majlis Hakim memutuskan pidana terhadap terdakwa (dalam memutuskan perkara Majlis Hakim harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat tanpa mengesampingkan rasa keadilan bagi terdakwa).

Sedangkan apabila melihat dari teori-teori pemidanaan yang ada, adapun teori-teori tersebut adalah:

1.      Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)

Dalam teori ini pidana dapat dismpulkan sebagai bentuk pembalasan yang diberikan oleh negara yang bertujuan menderitakan penjahat akibat perbuatannya. Tujuan pemidanaan sebagai pembalasan pada umumnya dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang dengan jalan menjtatuhkan pidana yang setimpal dari perbuatan yang dilakukan[4]

2.      Teori relatif atau teori tujuan (doeltherien)

Menurut teori ini dalam prevensi khusus, tujuan pemidanaan ditujukan kepada pribadi si penjahat agar ia tidak lagi mengulangi perbuatan yang dilakukannya. Van Hamel dalam hal ini menunjukkan bahwa prevensi khusus dari suatu pidana ialah:

o   Pidana harus memuat suatu unsur supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melakukan niat buruknya.

o   Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki si terpidana. 

3.      Teori gabungan (verenigingstheorien)

Teori gabungan merupakan merupakan bentuk suatu kombinasi dari teori absolut dan teori relatif yang menggabungkan sudut pembalasan dan pertahanan tertib hukum masyarakat. Dalam teori ini tidak bisa kedua teori sebelumnya itu  dapat diabaikan antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan sudut dominan atau penekanan dari teori ini dalam peleburan kedua teori tersebut ke dalam bentuk teori gabungan, teori ini dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian:

o   Teori gabungan yang menitikberatkan unsur pembalasan

o   Teori gabungan yang menitikberatkan unsur pertahanan masyarakat

o   Teori gabungan yang memposisikan seimbang antara pembalasan dan pertahanan tertib masyarakat.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, bagi pembentuk undang-undang hukum pidana, bagi para jaksa dan hakim tidak perlu memilih salah satu dari ketiga macam teori hukum pidana tersebut dalam menunaikan tugas.[5]

C.    KESIMPULAN DAN SARAN

-          KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.      Tidak pidana terhadap anak/dibawah umur (dalam hal ini persetubuhan) tetap dapat  dilakukan walaupun berdasakan  atas “suka sama suka” dijerat dengan pasal 81 ayat (2) jo ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2.      Tindak pidana dijalankan yaitu untuk perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.





-          SARAN

Dari kesimpulan di atas penulis sedikit meberikan saran:

1.      Untuk penegak hukum, jangan sampai kasus seperti ini maupun kejahatan dalam bentuk apapunterhadap anak sampai terlepas dari jeratan tindak pidana demi terjaganya perlindungan atas anak.

2.      Penegak hukum harus berhati-hati dalam penerapan ketentuan-ketentuan yang ada, artinya harus mempertimbangkan tujuan hukum yang ada.




D.    DAFTAR PUSTAKA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 103/Pid.B/2014/PN-TB.

Djoko Prakoso, Hukum Punitensier di Indonesia, Liberty, Yogyajarta, 1998.

Leden Marpaung, Asas –Teori-Praktik: Hukum Pidana, Sinar Grafika , 2006.

Wirdjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008



[1] Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 103/Pid.B/2014/PN-TB
[2] Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 103/Pid.B/2014/PN-TB
[3] Leden Marpaung, Asas –Teori-Praktik: Hukum Pidana, Sinar Grafika , 2006.
[4] Djoko Prakoso, Hukum Punitensier di Indonesia, Liberty, Yogyajarta, 1998
[5] Wirdjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008

Komentar