Hukum Perdata Tentang Perorangan


­­

TUGAS HUKUM PERDATA

TENTANG PERORANGAN






KELOMPOK IV:

HENDRIK KIAWAN WIRANTANUS (201410110311302)

M. INDRA PUSPA                           (201410110311303)

MUH. ALEY                                                 (201410110311304)



FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015














 

KATA PENGANTAR



Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Hukum Pribadi atau Perorangan”Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata. dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tugas makalah ini.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama Dosen Pengampu yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Demi perbaikan dan kegunaan itu kami mengajak pembaca untuk memberikan saran serta kritik atau sanggahan  bila ada kekurangan yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata dari kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.





A.    LATAR BELAKANG

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari empat bagian, yaitu:

• Buku I : berisi tentang Orang

• Buku II : berisi tentang Kebendaan

• Buku III : berisi tentang Perikatan/Perjanjian

• Buku IV : berisi tentang Pembuktian dan Kadaluarsa

Namun, seperti yang tertulis dalam judul makalah, kami hanya akan membahas Buku I KUH Perdata tentang orang yang lebih spesifik lagi tentang hukum perorangan atau pribadi.

Dari latar belakang tersebut dapat kita tarik garis besar rumusan masalah atau topik  pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:

ü  Pengertian hukum perorangan

-          Dalam arti sempit

-          Dalam arti luas

ü  Subyek hukum

-          Pengertian subyek hokum

-          Pengakuan subyek hokum

-          Kewenangan berhak dan berbuat



B.     PEMBAHASAN



1.      Pengertian hukum perorangan

Istilah hukum formal berasal dari terjemahan “personrecht” (belanda), atau “person law” (inggris).

a.       Hukum perorangan dalam arti sempit

Menurut subekti adalah peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya, serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapannya.

b.      Hukum perorangan dalam arti luas

-          Adalah keseluruhan akidah hokum yang mengatur kedudukan manusia sebagai subyek hokum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki dan mempergunakan hak-hak dan kewajiban kedalam lalu lintas hokum serta kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya dan juga hal-hal yang mempengaruhi kedudukan subjek hukum.

-          Keseluruhan kaidah hokum yang mengatur tentang subjek hokum dan kewenangan , kecakapan dan subjek hokum, domisili dan catatan sipil.

2.      Subyek hukum

a.      Pengertian subyek hukum

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum. Jadi, subyek hukum adalah:



Ø  Manusia/naturrlijke person

Setiap manusia, baik warga negara maupun orang asing adalah subjek hukum. Jadi dapat di katakan, bahwa setiap manusia adalah subjek hokum sejak ia di lahirkan sampai meninggal dunia. Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:

a)      Orang yang belum dewasa.

b)      Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.

c)      Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).



Ø  Badan hukum/rechtpeson

Selain manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan-badan atau  perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan- perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia. Badan-badan dan perkumpulan- perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan  perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim.

            Badan hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

o   Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.

o   Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.



b.      Pengakuan subyek hukum

Pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak ia masih dalam kandungan ibunya asalkan ia lahir dalam keadaan hidup. Hal ini punya arti penting apabila kepentingan anak menghendaki, misal: dalam hal menerima waris, menerima hibah. Pasal 3 KUHPer „Tidak  ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak perdata‟. Ini berarti betapapun kesalahan seseorang, sehingga ia di jatuhi hukuman oleh Hakim, hukuman Hakim tersebut tidak boleh menghilangkan kedudukan sebagai  pendukung hak dan kewajiban perdata. Jadi, pengakuan manusia menjadi subjek hokum dimulai dari ia lahir hidup sampai ia mati.

c.       Kewenangan berhak dan berbuat

Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan. Dalam hukum perdata setiap manusia  pribadi mempunyai hak yang sama setiap manusia pribadi wenang untuk berhak.tetapi tidak setiap manusia pribadi wenang berbuat. Manusia pribadi mempunyai. Kewenangan berhak sejak ia dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan ibunya asal ia lahir apabila kepentingannya menghendaki (pasal 2 KUHPer). Kewenangan berhak berlangsung terus hinga akhir hayat. Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat dihilangkan/ditiadakan oleh suatu hukum apapun.hal ini ditentukan dalam pasal 3 KUHPer yang menyatakan bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.Hak perdata merupakan hak asasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang.

Hak perdata adalah identitas pibadi yang tidak dapat hilang atau lenyap. Identitas ini baru hilang atau lenyap apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Contoh hak perdata ialah hak hidup, hak memiliki, hak untuk kawin, hak untuk melahirkan, hak waris, hak atas nama, hak atas tempat tinggal.

Hak perdata berbeda dengan hak publik. Hak publik dapat hilang atau lenyap apabila negara menghendakinya demikian. Hak publik itu ada karena diberikan oleh negara. Sedang hak  perdata itu diberikan oleh kodrat. Contoh hak publik itu adalah hak memilih dan dipilih dalam  pemilihan umum hak menjadi anggota ABRI, hak menjadi pegawai negeri hak menduduki  jabatan tertentu.

Pengertian wenang berbuat :

a.       Cakap atau mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum, kecakapan atau kemampuan  berbuat karena memenuhi syarat hukum.

b.      Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun tidak memenuhi syarat hukum, kekuasaan atau kewenangan berbuat.

Pada dasarnya setiap orang dewasa adalah cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum karena memenuhi syarat umur menurut hukum. Tetapi apabila orang dewasa itu dalam keadan sakit ingatan atau gila, tidak mampu mengurusi dirinya sendiri karena boros maka disamakan dengan orang belum dewasa atau oleh hukum dinyatakan tidak cakap atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum (pasal 330 KUHPer), Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum yang tidak cakap hukum maka perbuatan hukum tersebut tidak sah.

Dan apabila sudah terjadi maka bisa dimintakan pembatalan oleh hakim. Kepentingan orang yang tidak cakap dapat diwakilkan kepada pihak yang mewakili. Misal: anak dibawah umur oleh ortunya (pasal 50 UU No.1/74). Kepentingan orang dewasa yang dibawah  pengampuan diurus oleh wali pengampunya (pasal 433 KUHPer), Pengecualian bagi subjek hukum belum dewasa yang bisa melakuakan perb hukum karena diakui oleh Undang – Undang.

Misal: usia perkawinan dlm UU No.1 tahun 1974, Usia 18 th berhak buat surat wasiat (pasal 897 KUHPer)



C. CONTOH KASUS

Rafif adalah anak laki-laki yang berumur 16 tahun, memiliki sebuah kendaraan roda dua (sepeda motor) yang diberikan ayahnya, Rafif ingin memindah tangakan sepeda motornya kepada Angga (25 tahun) dengan nominal harga sesuai pasarannya senilai Rp. 15.000.000,00. Ketika sepeda motor tersebut dipindah tangankan ke pihak II (Angga) orang tua Rafif menarik kembali kendaraan tersebut dengan catatan ganti rugi dengan yang telah diserahkan dengan total yang sama. Hal ini ditempuh orang tua Rafif dengan alasan Rafif tidak memberitahukan orang tuanya soal transaksi tersebut.



Analisa:

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal 1320 KUHPerd menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

                               I.            Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

                            II.            Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

                         III.            Suatu hal tertentu.

                         IV.            Suatu sebab yang diperkenankan.

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif  karena kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif karena kedua syarat ini harus dipenuhi oleh obyek perjanjian.

Tidak dipenuhi syarat subyektif akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan . maksdnya ialah perjanjian menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan apabila tidak dipenuhi syarat obyektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Berikut penjelasan dari syarat-syarat tersebut:

1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Maksudnya ialah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Pasal 1321 KUHPerd menetukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Menurut pasal 1330 BW,jo/Pasal 47 UU No. 1 tahun 1974, bahwasanya yang tidak cakap membuat perjanjian adalah:

                                   I.            Anak yang belum dewasa/belum pernah melangsungkan perkawinan

                                II.            Orang yang ditaruh di bawah pengampuan

                             III.            Orang-orang perempuan yang telah kawin.

Ketentuan ini menjadi hapus dengan berlakunya undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 undang-undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami-istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

3.      Suatu hal tertentu

Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 dan 1333 KUHPerd, yaitu:

“hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

“suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yangpaling sedikit ditentukan jenisnya.

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.

4.      Suatu sebab yang diperkenankan

Maksudnya ialah isi dari perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (pasal 1337 KUHPerd). Selain itu juga pasal 1335 KUHPerd juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunya kekuatan umum.



D.    KESIMPULAN

1.      Pengetian houkum perorangan; Istilah hukum formal berasal dari terjemahan “personrecht” (belanda), atau “person law” (inggris).

ð  Hukum perorangan dalam arti sempit

ð  Hukum perorangan dalam arti luas

2.      Pengertian Subyek hukum; Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum.

3.      Pengakuan subyek hukum; Pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak ia masih dalam kandungan ibunya asalkan ia lahir dalam keadaan hidup.

4.      Kewenagan berhak dan berbuat; Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan. Dalam hukum perdata setiap manusia  pribadi mempunyai hak yang sama setiap manusia pribadi wenang untuk berhak.

5.      Syarat sah perjanjian; Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal 1320 KUHPerd menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

ð  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

ð  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

ð  Suatu hal tertentu.

ð  Suatu sebab yang diperkenankan.


Komentar