Hukum Waris


BAB I

PENDAHULUAN



1.1.    LATAR BELAKANG

Hukum waris merupakan salah satu syariat yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Pembagian warisan sesuai dengan hukum waris Islam adalah pembagian yang paling adil sebagaimana dikehendaki oleh Allah swt. Selain memenuhi ketentuan Allah swt, membagi warisan dengan hakim waris Islam akan memenuhi rasa keadilan umat Islam. Oleh sebab itu, jika warisan dibagi dengan tidak memenuhi ketentuan hukum waris, hal itu akan memunculkan permasalahan di kemudian hari.

Dari permasalahan di atas, kami tertarik untuk membuat makalah tentang hukum waris. Makalah ini akan membahas mengenai ilmu waris, berupa pengertiannya, dasar hukum pewarisan, serta rukun dan syarat pewarisan. Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal dunia. Apabila terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum yang sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum. Jadi, warisan itu dapat dikatakan ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para warisnya.



Dalam hal ini, bentuk dan sistem hukum khususnya hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat. Bilamana disepakati bahwa hukum merupakan salah satu aspek kebudayaan baik rohaniah atau spiritual maupun kebudayaan jasmani, inilah barangkali salah satu penyebab mengapa adanya beraneka ragam sistem hukum terutama hukum kewarisan. Masyarakat adat membentuk hukum dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.

Di Indonesia hukum waris adat bersifat pluralistik menurut suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis keturunan yang berbeda-beda, yang menjadi dasar dari sistem suku-suku bangsa atau kelompok-kelompok etnik.

Dalam kesempatan ini, kami secara sadar menentukan lokasi penelitian untuk mengetahui hal-hal mengenai hukum waris di lingkungan tempat tinggal kami. Kami mengambil tempat penelitian di Dusun Jantoer Desa Gunungsari Kec. Bumiaji Kota Batu.



1.2.     RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:          

1)     Istilah Hukum Waris yang ada di masyarakat?

2)     Pengertian dari hukum waris itu?

3)     Apa sajakah ruang lingkup dari Hukum Waris?

4)     Apa saja gambaran menegenai waris?





1.3.    TUJUAN

Dengan ditulisnya makalah ini, penulis bertujuan untuk :

1)         Untuk mengetahui istilah Hukum Waris yang ada di dalam masyarakat.

2)                     Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai dasar hukum pewarisan, serta rukun dan syaratnya.

3)         Memberikan informasi mengenai ilmu waris.

4)         Agar mengetahui ruang lingkup pewarisan yang ada di masyarakat.



1.4.    MANFAAT

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini, adalah sebagai berikut:

1)      Semakin pahamnya masyarakat mengenai ilmu waris .

2)    Meningkatnnya pengetahuan masyarakat tentang dasar hukum pewarisan, serta rukum dan syarat pewarisan.




BAB II

 PEMBAHASAN



2.1       PENJELASAN

Pada masyarakat di wilayah Dusun Jantoer Desa Gunungsari Kec. Bumiaji Kota Batu, Hukum Waris ini banyak disebut dengan istilah, “WARISAN”. Pada prinsipnya, Warisan ini sama dengan hukum waris pada umumnya. Yang mana pewaris memberikan harta benda maupun bukan benda kepada ahli warisnya. Sama seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata  BAB XII  Pasal 833, “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal”. Pada Kompilasi Hukum Islam BAB I Pasal 171 poin A. “Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”.

Di dusun ini masyarakat hidup dalam tradisi adat yang cukup kental, sekalipun sebagian besar telah mengenal agama Islam. Bahkan masih mempercayai adanya pengaruh dari ruh nenek moyang, sehingga tiap tahun diadakan semacam upacara adat guna mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan.

 

2.2       METODE PEMBAGIAN

Namun, pada hukum adat di dusun ini ada perbedaaan dengan hukum Islam. Pembagian jumlah warisan dalam hukum adat ini pembagian dilakukan secara merata sesuai dengan aturan hukum waris adat setempat, yang di setujui oleh ahli waris, disaksikan oleh Kepala Dusun dan Carik (Sekertaris Desa) setempat.

Harta waris di desa ini biasanya jika berupa tanah, tanah itu akan dijual kemudian uang dari hasil penjualan tanah itu di bagikan secara merata ke ahli waris oleh petua adat desa. Jika orang tua/pewaris meninggal dunia hak tanah orang tua akan di serahkan kepada anak yang masih ikut ataupun mengasuh orang tua tersebut hingga meninggal dunia. Sebagai contoh misalnya si A adalah orangtua yang mempunyai 4 orang anak, 3 putra dan 1 putri. Kemudian memiliki tanah seluas 10 Ha. Jika menganut tradisi setempat, tanah ini dibagi 5 merata dengan rincian 8 Ha diberikan pada keempat anaknya, sedangkan 2 Ha menjadi hak orangtua. Kemudian hak yang dimiliki oleh orang tua ini akan diberikan kepada anak yang mengasuh atau merawat orangtua ini hingga akhir hayat.

Prosesi pembagian harta warisan ini disaksikan oleh kepala desa dan sekertaris desa. Dialakukan pencatatan Hitam Diatas Putih dengan materai agar memiliki kekuatan hukum. Hal tersebut bertujuan agar di kemudian hari jika ada perselisihan yang terjadi antar para ahli waris, bisa diselesaikan melalui jalur hukum jika diperlukan.



2.3       RUANG LINGKUP

            Tradisi warisan yang terdapat pada masyarakat di dusun Jantoer ini sudah berlangsung sejak lama. Menurut Bapak Sukadi, salah seorang mantan kamituwo (kepala dusun) yang kami temui, tradisi ini sudah ada sejak pertama kali para masyarakat hidup di dusun ini. Secara turun temurun tradisi waris yang disebut Warisan ini dianut oleh seluruh masyarakat dalam lingkup Dusun Jantoer ini. Ketika kami menanyakan apakah tradisi ini juga berlaku bagi penduduk dusun tetangga, Bapak Sukadi tidak dapat memberikan jawaban pasti.

            Meskipun zaman telah mengalami kemajuan dan penduduknya sebagian besar beragama Islam, namun tradisi warisan ini masih dipegang teguh seperti saat zaman para sesepuh awal dulu. Sekalipun Islam telah menjadi agama bagi masyarakat dusun Jantoer, namun nilai-nilai tradisi adat setempat masih saja dijalankan.


BAB III

PENUTUP

3.1.      KESIMPULAN

Hukum waris menurut adat yang ada di Dusun Jantoer, Desa. Gunung Sari,  kec. Bumi Aji, Kota. Batu,  pembagian hukum waris apabila berupa tanah sistem pembagiannya rata, termasuk bagian orang tua. Misal ada 10 hektar dan akan dibagi dengan 4 anak, maka 2 hektar untuk orang tua (orang yang mengasuh orang tua tersebut hingga meninggal dunia) dan begitu juga dengan anaknya, akan tetapi disana biasanya tanah tersebut dijual lalu hasilnya untuk anak dibagi rata. Dan apabila warisan tersebut berbentuk ternak, maka ternak tersebut dijual lalu hasilnya akan di bagi rata seperti halnya dengan hasil tanah atau langsung berbentuk tanah.

Hukum waris menurut Hukum Islam, dengan cara pembagian menurut Al-Quran, Dzawil Furudh dalam KHI diatur dalam pasal 176, 177, 178, 179, 180, 181, dan 182 KHI. Dengan jumlah bagiannya : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Dzawil furudh tersebut yaitu ;

Ø  Anak perempuan. Menurut pasal 176, bagiannya ½ jika hanya seorang, 2/3 jika dua orang atau lebih, dan bersama sama menghabisi sisa harta jk bersama anak laki-laki dg perbandingan laki2 : perempuan = 2 : 1

Ø  Ayah. Menurut pasal 177, bagian ayah 1/3 jk pewaris tidak punya anak dan 1/6  jika pewaris punya anak.

Ø  Ibu. Pasal 178 bagian ibui 1/3 jika pewaris tidak punya anak atau dua org saudara atau lebih, dan 1/6 jk pewaris punya anak atau dua org saudara atau lebih, dan 1/3 sisa harta sesudah diambil

Ø  Duda. Pasal 179 bagiannya ½ harta jk pewaris tdk punya anak, dan ¼ jk punya anak.

Ø  Janda. Pasal 180 bagiannya ¼ harta jk pewaris tidak punya anak, dan 1/8 jk punya anak.

Ø  Saudara laki2 dan saudara perempuan seibu. Pasal 181 bagian 1/6 jk tidak punya anak dan ayah, dan bersama-sama 1/3 jika ada dua org atau lebih.agian janda/duda jk bersama dengan ayah

Ø  Saudara perempuan sekandung atau seayah. Pasal 182 jk tidak punya anak dan ayah bagiannya ½ apabila seorang saja, 2/3 jk ada dua org atau lebih dan bersama-sama menghabiskan jika bersama-sama dg saudara laki2 sekandung/seayah dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2:1

Sedangkan Hukum Waris dalama hukum perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat non muslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP). Hukum waris perdata menganut sistem individual dimana setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:

  1. Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang: 

    • Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya 
    • Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya 
    • Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas 
    • Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.




  1. Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris. 

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya. 




DAFTAR PUSTAKA





Hikmatir,Erwin. 2011.Keluarga Besar Peradilan Agama (KBPA), (Online), (http//www.kbpa-uinjkt.blogspot.com), diakses 9 Nopember 2014.

Musyaddad, 2007. Adam. Berbagi Ilmu, Berbagi Cerita, (Online), (http//www.jatimmurah.wordpress.com), diakses 10 Nopember 2014.

Rizani,Rasyid. 2014. Konsultasi Hukum Islam, (Online), (http//www.konsultasi-hukum-online.com), diakses 10 Nopember 2014.

Salim,Oemar. 2010. Dasar – dasar Hukum Waris Di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Satrio,J. 1992. Hukum Waris. Alumni. jakarta

Subekti,R, R. Tjitrosudibio. 2009. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Balai Pustaka. Jakarta.

___________. 2010. Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa. Jakarta

Suprman,Erman. 2011. Hukum Waris Dalam Perspektif Adat, Islam, dan BW. Rafika Aditama. Jakarta.




Komentar