Tugas Penelitian tentang Prosedur Penyelesaian perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Kelompok I

1.      Feriska Dinda Reina

2.      Aditio Hakiki

3.      Rifky Agus Setiawan

4.      Himawan Rizki Utomo

5.      Hendrik Kiawan Wirantanus

6.      Indra Puspa S.

7.      Moh. Zakaria



PROSEDUR PENYELESAIAN PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT:

a.      Tokoh Masyarakat

Menurut tokoh adat Bapak Sulaiman selaku Ketua RW Desa Sumberejo Batu , Penganiayaan terhadap perempuan hakikatnya adalah perwujudan dari ketimpangan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat (yang sering disebut sebagai ketimpangan gender), yang secara sosial menempatkan laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Bahwa ketimpangan tersebut yang diperkuat oleh keyakinan sosial seperti mitos, stereotipe dan prasangka yang menumbuhsuburkan praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan (baik diranah domestik maupun publik). Dan penganiayaan yang mengakibatkan penderitaan perempuan baik secara fisik, mental maupun seksual.

Menurut tradisi Jawa, perempuan dibatasi oleh tradisi keperempuanan ideal yang mengutamakan nilai-nilai kepatutan dan ketaatan. Nilai-nilai tradisional Jawa sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang mengintepretasikan lelaki sebagai pemimpin perempuan, sehingga oleh karenanya mengharuskan perempuan itu direfleksikan dalam ungkapan “Swarga nurut nraka katut” yang artinya adalah seorang perempuan harus mengikuti suaminya dengan setia, apakah ia pergi ke surga atau ke neraka. Nilai tradisional yang dianut sebagian besar masyarakat Jawa menyatakan bahwa bila seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki, maka ia menjadi milik suaminya dan orang tuanya tidak punya kekuasaan lagi terhadap dirinya, sehingga kaum pria lebih berkuasa dalam rumah tangga dengan begitu kaum pria akan merasa benar jika dalam mengaturnya menggunakan kekerasan.



b.      Praktisi Hukum

Menurut Harkristuti Harkrinowo , SH . Setidaknya ada prespektif untuk memandang tindak kekekrasan dari segi pemahamannya . pertama adalah prespektif yang sempit yang merumuskan tindak kekerasan sebagai suatu kekerasan yang bersifat fisik , jasmaniah belaka , sehingga pembuktiannya juga mempunyai karakteristik yang bersifat material belaka .

Prespetif kedua memandang tindak kekerasan dalam arti yanglebih mencakup tidak hanya kekerasan dari segifisik tetapi juga kekerasan psikologis dan ekonomis . keluasan perspektif ini didasara kepada pemikiran bahwa perilaku kekerasan non fisik mempunyai dampak yng tidak lebih kecil dibanding dengan kekerasan fisik , baik pada wanita yang menjadi korban langsung maupun erhadap keluarganya .

Untuk menentukan adanya tindakan kekerasan , dalam norma hukum diatur tentang kejahatan terhadap tubuh dan jiwa yang terdapat dalam buku I KUHP Pasal 90 tentang pengertian luka berat , yaitu penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan dapat sembuh secara sempurna , atau yang karenanya menimbulkan bahaya bagi jiwa , ketidakcakapan untuk melaksanakan kegiatan jabatan atau pekerjaan secara terusmenerus , kehilangan kegunaan dari suatu panca indra , cacat , lumpuh , tegangnya akal sehat selama waktu lebih dari empat minggu ,  keguguran atau matinya janin seorang wanita . untuk mencegah dan melindungi korban dari pelaku tindak pidana kekeran dalam rumah tangga perlu pengaturan yang secara spesifik telah diatur dalam undang-undang nomer 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekrasan dalam rumah tanga maka dari itu dapat disimpulkan bahwa semua kasus kekerasan dalam rumah tangga dapat di jerat hukum dan di pidanakan sesuai undang-undang yang berlaku .



c.       Tokoh Agama

Menurut Ustadz Muhammad Niam dalam Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun , termasuk dalam kehidupan rumah tangga , prinsip yang di ajrkan islam adalah sakinah mawadah warohmah seperti yang tercantum dalam al-quran surat ar-rum ayat 21 yang artinya : “ Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang “ Allah juga berfirman dalam surat al-a’raf ayat 56 yang artinya : “ dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi sesudah ( Allah ) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut ( tidak akan diterima ) dan harapan ( akan dikabulkan ) . sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik .

Berdasarkan dalil diatas disimpulkan bahwa  tujuan berumah tangga adalah untuk menciptakan kehidupan yang penuh ketentraman dan bertabur kasih sayang maka kekerasan dalam rumah tangga sangat dicela Islam dan sangat bertentangan ddengan nilai-nilai keislaman .

            HUKUM MEMUKUL ISTRI

Dalam surah An-Nisa' ayat:34 dikatakan:"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara [mereka]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah0 mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Dengan demikian Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa bagi suami yang menghadapi isteri yang nusyuz (membangkang) diperbolehkan memukulnya, setelah nasehat dan boikot ranjang tidak berhasil. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum ini, ada yang mengatakan boleh asal tidak membekas dan tidak memukul muka. Namun beberapa ulama besar termasuk imam syafii mengatakan bagaimanapun memukul isteri itu hukumnya makruh dan sangat tercela.

Prosedur penyelesaian menurut ustadz Muhammad Niam Sutaman kekerasan dalam rumah tangga dapat dielesikan secara kekeluargaan . pihak suami maupun pihak istri dapat bersama-sama di nasehati oleh orang ketiga ( orangtua, guru gama/ustadz, atau oran yang bijak diantara keluarganya ). Jalan kekeluargaan ini lebih utama untuk ditempuh dibandingkan jalur hukum namun apabila masih belum dapat diselesaikan secara kekeluargaan maka barula dapat di tembuh dengan jalur hukum .

Komentar