Filsafat Hukum: Teori Hukum Pembangunan & Teori Hukum Progresif

TUGAS MATKUL FILSAFAT HUKUM
Tentang Teori Hukum Pembangunan & Teori Hukum Progresif
Dosen Pengampu: Wasis, S.H., M.Si
Oleh:
Nama  : Hendrik Kiawan Wirantanus
NIM    : 201410110311302

1.      Teori Hukum Pembangunan Menurut Mochtar Kusumaatmadja:
Teori Hukum pembangunan menurut Mochtar Kusumaatmadja, melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia khusunya, yang pluralistik. Teori hukum pembangunan tersebut menggunakan kerangka acuan pada pandangan hidup serta bangsa Indonesia yang meliputi struktur, kultur, dan substansi sebagaimana dikatakan oleh Lawrence F. Friedmen semestinya demikian.
Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja merupakan modifikasi dan adoptasi dari teori Roscoe Pound yaitu “Law as a tool of social engineering”, bahwa tugas utama hukum adalah rekayasa social, artinya tidak saja dibentuk berdasakan kepentingan masyarakat tetapi juga harus ditegakkan sedemikian rupa oleh para yuris sebagai upaya social control dalam arti luas yang pelaksanaannya diorientasikan kepada perubahan-perubahan yang dikehendaki.[1] Kemudian juga di pengaruhi cara berfikir Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal, yang dalam pemikiran mereka menyatakan bahwa betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis dan pengemban hukum praktis dalam proses melahirkan suatu kebijakan public, yang disatu sisi efektif secara politis namun disisi lain juga bersifat mencerahkan.[2] Ditambahkan dengan tujuan pragmatis (demi pembangunan) sebagai pengaruh berfikir dari Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal.
Berikut secara rinci Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa hokum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hokum, pada dasarnya adalah konservatif artinya hokum bersifat memlihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sinipun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun yang dalam difinisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hokum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus membantu proses perubahan masyarakat. Pandangan yang kolot tentang hokum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konsevatif dari hokum, menganggap bahwa hokum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.[3] 
Latar belakang dari muncul teori pembangunan oleh Mochtar Kusumaamadja ini ialah ada 2:[4]
a.       Asumsi bahwa hokum tidak dapat berperan bahkan menghambat perubahan masyarakat.
b.      Dalam kenyataan masyarakat Indonesia telah terjadi perubahan alam pemikiran ke arah hokum modern.

2.      Teori Hukum Progresif Menurut Satjipto Raharjo
Dalam perkembangan ilmu, ilmuan harus menyikapi ilmu sebagai suatuyang terus berubah, bergerak dan mengalir, demikian pula ilmu hukum. Garis batas ilmu hukum selalu bergeser sebagaimana dijelaskan.[5] Hal ini mengatakan bahwa kita tidak perlu heran kenapa hukum seiring dengan perkembangan masyarakat hukum selalu meiliki perkembangan yang terus berubah, bergerak dan mengalir.
Secara rinci dan ringkas Satjipto Raharjo mengemukakan pendapat tentang Teori Hukum Progresif, bahwa: hukum itu bukan bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita. Baginya pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani, bukan sebaliknya. Oleh karena itu hukum itu bukan merupakan isntitusi yang lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut “ideology” : hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat.[6]
Dalam hal ini Satjipto Raharjo menggagas hukum sekaligus menjadi gagasan yang fenomenal yang ditujukan kepada aparatur penegak hukum terutama kepada sang hakim agar jangan terbelenggu dengan positivism hukum yang selama ini banyak memberikan ketidakadilan kepada yustisiaben (pencari keadilan) dalam menegakkan hukum karena penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita-cita yang cukup asbtrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memulai nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran.[7]
Dengan demikian dalam pandangan Satjipto Raharjo menjadikan banyak perdebatan karena melihat hukum secara general, yang dimana bagi penulis satu sisi melupakan bentuk Indonesia sebagai Negara hukum. Namun, jika dikembalikan sebagaimana pendapatnya bahwa hukum untuk manusia, maka hal itu tidak tebantahkan, karena memang secara filosif memandang bahwa adanya hukum itu untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bagaimanapun juga Tujuan awal dan cita awal hukum itu sendiri berangkat daipada nilai-nilai moral yakni keadilan dan kebenaran.



[1] Lili Rasjidi & liza Sonia Rasjidi. Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2016
[2] Youky Surinda. Teori Hukum Pembangunan Moctar Kusumaatmadja. http//youkysurinda.wordpress.com. diakses tanggal 28/11/2016
[3] Mochtar Kusumaatmadja. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis). Alumni. Bandung. 2002
[4] Lili Rasjidi & IB. Wyasa Putra. Hukum Sebagai Suatu Sistem. CV. Mundur Maju. Bandung. 2003.
[5] Ahmad Robani. (Jurnal Hukum - online).
[6] Sukri Dahlan (Makalah), http//scribd.edu
[7] Ahmad Robani. Op.cit.

Komentar