JIHAD DALAM ISLAM (Implementasi Jihad Islam Dalam Menjawab Tantangan Zaman)

JIHAD DALAM ISLAM
(Implementasi Jihad Islam Dalam Menjawab Tantangan Zaman)
Oleh:
Hendrik Kiawan Wirantanus

Bismillahirrahmanirrahim.
Dengan menyebut nama Allah, Tuhan semesta Alam dengan Maha Suci dan segala kebesaraanNya. Teruntuk Baginda Nabi Muhammad SAW, semoga solawat serta salam teruntuknya.
Terlepas dari banyaknya perdebatan yang berbicara tentang islam sebagai agama, dan secara mainstream-nya islam terlihat ada pergeseran nilai atau pembalikan wajah islam itu sendiri, kongkritnya menganggap bahwa islam sebagai agama terorisme, bisa kita lihat di Amerika yang apabila diketahui beragama islam atau menggunakan nama yang identik dengan islam maka, dipersulit untuk memasuki teritorial Amerika.
Sederhananya makna islam yang berkembang pada saat ini membuat islam itu sendiripun terlihat sebagai agama yang sangat eksklusif dan konserfativ dalam menjawab tantangan zaman,  kemudian lebih bahayanya bahwa islam yang demikian sudah tertanam pada benak sebagian masyarakat masyarakat hari ini.
Sedangkan di Indonesia sendiri pergeseran atau pembalikan wajah islam ini dapat dilihat dalam beragam, mulai dari konflik besar di antara komunitas Muslim dan Kristen di beberapa tempat; pemboman di Jakarta dan Bali denga korban ratusan orang; juga upaya memasukkan kembali tujuh Piagam Jakarta ke amandemen UUD 1945, yang diikuti dengan munculnya perda syariah di beberapa wilayah di Indonesia; serangkaian fatwa kontroversial MUI yang muncul pada 2005[1], dan akhir ini masyarakat Indonesia diguncangkan dengan “kasus penistaan agama” yang dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta, juga di Indonesia ini dengan banyak perbedaanya yakni mulai dari ras, suku, budaya, etis, agama, dll.
Jikalau sudah sampai yang demikian, maka islam hari ini kini mengalami kemunduran dari makna islam yang sesungguhnya, baik dalam makna islam maupun implementasi islam itu sendiri sedangkan sebenarnya Islam itu ialah agama yang inklusif dan progresif.
Hal tersebut dapat kita lihat islam dalam menawarkan banyak konsep atau metode. Salah satunya ialah konsep atau metode jihadnya, yang apabila kita kaji lebih mendalam akan menemukan bahwa islam itu berbanding terbalik dari pemahaman islam yang berkembang hari ini.
Beranjak dari itu semua tidak sedikit pula pelopor islam yang terus mencoba mengembalikan makna islam yang sesungguhnya. Dari banyaknya percobaan pembaharuan tersebut justru ditolak oleh sebagian masyarakat islam hari ini dan menariknya orang yang melakukan pembaharuan tersebut dianggap “murtad, kafir, syirik, dll”.
Ajakan-ajakan yang kemudian banyak sekali kita temukan pada saat ini, namun kembali lagi bahwa ajakan-ajakan tersebut tidak berimbas banyak pada kehidupan sebagian masyarakat. Entah apakah ada sebab lain yang menjadikan sebagian masyarakat yang demikian selain dari yang sudah diuraikan beberapa sebab diatas, dan mungkin juga sebab kuatnya doktrin & dogma dari setiap agama-agama yang ada. Banyaknya ajakan dan tidak bosen para pelopor tersebut untuk mengajak umat muslim agar benar-benar menerapkan islam yang sebenarnya, seperti kebebasan berfikir dan beragama. Namun seperti yang disampaikan oleh Nietzche bahwa “Kadang, orang-orang tidak ingin mendengar kebenaran karena tidak ingin ilusinya terusik”.
Konsep Islam Universal.
Beranjak dari definisi Islam, bahwa Islam adalah agama yang dengan segera melahirkan gerakan, menciptakan kekuatan, menghadirkan kesadaran diri dan pencerahan, dan menguatkan kepekaan politik dan tanggung jawab sosial yang berkait dengan diri sendiri.… suatu kekuatan yang meningkatkan pemikiran dan mendorong kaum tertindas agar memberontak dan menghadirkan di medan perang spirit keimanan, harapan dan keberanian[2].
Kita (Manusia) beriman kepada Tuhan Maha Esa, selanjutnya akan melahirkan nilai-nilai yang akan membawa manusia dan beserta dengan itu juga terungkap bahwa manusia berasal dari dan bertujuan untuk Tuhan Maha Esa.
Dalam kitab suci Al-Qur’an mengungkapkan ketinggian manusia daripada semua ciptaan dimuka bumi ini. Manusia diciptakan dimuka bumi ini bertujuan untuk atau agar menjadi khalifah (secara harfiah berarti mengikuti dari belakang, jadi wakil atau pengganti) di bumi, dengan tugas “menjalankan mandat” yang diberikan Allah kepadanya untuk membangun dunia sebaik-baiknya: “Ingatlah ketika Tuhanmu bersabda kepada para malaikat , ‘Sesungguh kami mengangkat seorang khalifah di bumi… (QS. Albaqarah)[3].
Maksudnya adalah bahwa mansia diciptakan sebagai khalifah atas dasar Tuhan itu sendiri mengangkatnya, singkatnya bahwa manusia sebagai khalifah merupakan kehendak Tuhan sendiri, oleh karena itu manusia dituntut untuk berbuat segala sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan baik terhadap sesamanya (sesama ciptaan) ataupun yang menciptakan.
Berdasarkan itu juga bahwa manusia menginginkan segala sesuatu yang diperbuatnya harus dipertanggungjawabkan, cara untuk itu ialah untuk pasrah kepada Tuhan Maha Esa. Kepasrahan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Nur Cholis Madjid  akan menimbulkan konsekuensi yakni pengakuan yang tulus kepada Tuhan Maha Esa dan satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak.
Oleh karena bahwa hidup yang  baik itu adalah kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan. Iman kepada Tuhan Maha Esa yang merupakan bentuk dari pada kehidupan yang baik, Iman yang menuju Wahyu dan Iman yang menuju ilmu pengetahuan (alam dan manusia), kemudian ilmu pengetahuan itulah yang akan mengusahakan agar terus berbuat progresif.
Konsep Dasar Manusia.
Kepasrahan terhadap Tuhan Maha Esa beserta dengan konsekuensinya, sekaligus akan mengatakan bahwa Manusia itu memiliki tujuan dalam menjalankan kehidupan di bumi ini. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai fitrah manusia (khusus ada pada manusia), dengan fitrah tersebut manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung berbuat kebenaran (hanief) selanjutnya disebut sebagai manusia sejati (insan kamil)[4].
Dengan posisi manusia yang diuraikan diatas maka manusia akan berada diposisi yang terpecah menjadi beberapa bagian, diantaranya posisi manusia dalam posisi kemerdekaan manusia (ikhtiar) dan keharusan universal (takdir), manusia berketuhanan yang maha esa dan perikemanusiaan, manusia sebagai individu dan masyarakat, manusia yang berkeadilan sosial dan berkeadilan ekonomi (amar ma’ruf dan nahi mungkar), dan sifat kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
 Oleh karena itu, manusia dalam beberapa posisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa manusia dalam menjalankan kehidupan di bumi, harus menyeimbangkan terhadap satu posisi dengan posisi yang lainnya, dengan berpegang teguh pada ajaran Tuhan Maha Esa sebagaimana dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Jihad Dalam Islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jihad adalah usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan, atau usaha sungguh-sungguh  membela Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga.
Sedangkan menurut Dr. Marzuki, M.Ag,[5] kata jihad berakar pada kata kerja jahada-yajhadu yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh, dan bentuk mashdar dari kata kerja tersebut adalah jahd atau juhd yang disamping bermakna usaha juga bermakna kekuatan atau kemampuan.
Secara umum sebagian para ulama pun sampai pada definisi bahwa jihad ialah segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan Islam dan pemberantasan kedholiman serta kejahatan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita lihat kejelasan batasan jihad maupun akhlak jihad, singkatnya dapat kita katakana sebagai konsep jihad dalam islam.
Urgensi Jihad Dalam Menjawab Tantangan Zaman.
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Al-Qur’an 9: 20). Katakanlah: Tuhanku memerintahkan supaya kamu berbuat adil (Al-Qur’an 7: 29). Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil (Al-Qur’an 49: 9). Berlakulah adil, dan itu lebih dekat kepada taqwa (Al-Qur’an 5:8)
Berdasarkan beberapa penegasan Allah tersebut, bahwa adil merupakan ukuran tertinggi masyarakat, dan taqwa dalam penegasa tersebut berarti bukan hanya menjalankan ibadah ritual saja, melainkan masih banyak hal-hal yang lebih urgen yang semestinya kita (manusia) khsusnya sekarang ini salah satunya adalah Jihad  fi sabiilillah.
Konsep Jihad dalam Islam memang tidak diterangkan secara gamblang melalui ajaran-ajaran dalam al-quran maupun al-hadits, dalam beberapa decade ketika islam turun didunia konsep jihad memang identic dengan perang membela agama dan kebaikan, namun hal yang perlu dan wajib digaris bawahi adalah Islam adalah agama  rahmatan lil alamin .yang artinya islam adalah rahmat bagi seluruh mahluk dialam semesta tidak hanya umat Islam melainkan seluruh mahluk yang ada di alam semesta ini tak terkecuali hewan, tumbuhan dan yang lainya.
Perlu kami kutip lebih panjang terkait pandangan dari Asghar Ali Engineer[6], tentang kekecewaannya. Bahwa sayangnya islam yang bersifat revolusioner ini segera menjadi agama yang kental dengan status quo, begitu Nabi Muhammad meninggal dunia. Selama abad pertengahan, Islam sarat dengan praksis feodalistik dan para ulama justru ikut menyokong kemapanan yang sudah kuat itu, dan mereka  lebih banyak menulis buku tentang ibadah-ibadah ritual dan menghabiskan energinya untuk mengupas masalah-masalah furu’iyah dalam syari’at.
 Pada generasi sekarang ini jihad masihlah menjadi keharusan bagi kita sebagai umat Islam, namun konsep jihad sekarang ini sangatlah berbeda dengan konsep jihad yang ada pada masa awal Islam lahir di dunia yang cenderung kepada fisik (perang) yang menurut kami hal tersebut sangat lah kontekstual pada masanya.
Namun pada masa ini konsep jihad yang harus dipakai adalah konsep jihat yang lebih urgen  yaitu memerangi ketidak adilan system sosial yang di ciptakan para penguasa yang cenderung kapitalis, korupt, menindas para masyarakat kecil.
Tidak kalah penting dan mendasar jihad yang terdekat adalah membenahi pendidikan, kualitas keilmuan (sebagai insan akademis) yang nantinya akan membawa kita menuju kepada jihad dalam tataran selanjutnya, sebagaimana jihad dalam konsep islam seutuhnya.



Catatan:
Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.
Dr. Ali Syariati, Ideologi Kaum Intelektual, Suatu Wawasan Islam, Mizan, Bandung, 2008.
Dr. Marzuki, M.Ag, Jihad Dalam Islam (pdf), http//staffnew.uny.ac.id.
Moch. Nur Ichwan dkk, Conservative Turn: Islam Indonesia dalam Ancaman Fundamentalisme, Mizan, Bandung, 2014. 
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin & Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2008.





[1] Moch. Nur Ichwan dkk, Conservative Turn: Islam Indonesia dalam Ancaman Fundamentalisme, Mizan, Bandung, 2014. 
[2] Dr. Ali Syariati, Ideologi Kaum Intelektual, Suatu Wawasan Islam, Mizan, Bandung, 2008.
[3] Nurcholis Madjid, Islam Doktrin & Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2008.
[4] Baca: Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban,Paramadina:2008. Insan kamil adalah yang kegiatan mental dan fisiknya merupakan suatu keseluruhan atau konsekuensi logis bahwa manusia memiliki hati nurani yang bekerjasama dengan fisiknya untuk berbuat kebajikan dan sekaligus menjadi pembeda dengan makhluk lain.
[5] Dr. Marzuki, M.Ag, Jihad Dalam Islam (pdf), http//staffnew.uny.ac.id.
[6] Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009. 

Komentar