Penyebaran Informasi Yang Ditujukan Untuk Menimbulkan Rasa Kebencian Atau Permusuhan Melalui Elektronik/ Internet.

Penyebaran Informasi Yang Ditujukan Untuk Menimbulkan Rasa Kebencian Atau Permusuhan Melalui Elektronik/ Internet.

Oleh:
Hendrik Kiawan Wirantanus
Hukum Pidana dalam Dunia Maya/201410110311302

a.      Latar belakang.
Perkembangan jaman dalam dunia maya tidak terlepas juga dari kejehatan di dalamnya, perkembangan kejahatan dalam dunia maya tersebut mulai dari jenis kejahatan, pelaku kejahatan dan objek kejahatan. Selain daripada itu internet merupakan gaya hidup yang banyak digemari oleh masyarakat umum dan mahasiswa khususnya, oleh karena itu kejahatan didalamnya cukup gampang ditemukan di lingkungan sekitar.
Semisal beberapa bulan yang lalu atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan September 2017, bertempat di sekitar universitas  muhammadiyah malang yang merupakan mahasiswa juga di universitas tersebut atau setidak-tidaknya disuatu tempat dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi melaui salah satu sosial media dan menimbulkan permusuhan dan rasa kebencian.
Bahwa pelaku tersebut diketahui sebelumnya merupakan lawan politik korban selama berada disalah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga intra kampus. Sehingga tidak lama kemudian korban ini mengalami suatu masalah dalam kepanitiaan salah satu acara, sehingga kesempatan ini digunakan oleh pelaku untuk meluapkan rasa kebenciannya dan sekaligus untuk menyatakan dalam bentuk sikap permusuhan atau mengarah setidak-tidaknya mengarah kepada kebencian dan permusuhan.
Selain itu juga didukung bahwa dari kedua belah pihak ini berlatarbelakang dari partai yang berbeda di universitas muhammadiyah malang, sehingga dalam perkembangannya kedua belah pihak telah terjadi percek-cokan adu mulut dan bahkan baku pukul beberapa kali diluar universitas tersebut dan itupun menurut hemat penulis terjadi berdasarkan penyebaran informasi yang dilakukan oleh pelaku.
Adapaun penulis mengetahui kejadian ini karena pihak korban merupakan teman dekat penulis, dan sempat bercerita tentang kejadian ini. Tegas korban bahwa pelaku ini sudah seringkali mencoba menghasut beberapa temannya untuk ikut menyebarkan informasi tentang privasi korban.
Puncak dari permasalahan tersebut yaitu pada penyebaran informasi melaui salah satu sosial media pada sewaktu-waktu atau tempat setidak-tidaknya disuatu tempat sebagaimana yang sudah diuraikan diatas. Menurut hemat penulis, bahwa hal tersebut merupakan kejahatan dalam dunia maya atau penyebaran informasi yang mengandung rasa kebencian atau permusuhan melalui elektronik/ internet.

b.      Pembahasan.
1.      Kerangka teori
Cyber law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (law of information techonology) Hukum Dunia Maya (virtual word law) dan hukum mayantara.[1]
Selain itu Pavan Dugal menyebutkan bahwa cyber law  adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan internet dan juga world, wide, web. Selanjutnya ditegaskan bahwa hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna internet aktif dikenadalikan oleh cyber law.[2]
Ruang lingkup dari cyber law ialah meliputi setiap aspek yang yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai saat mulai on-line dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu, pembahasan cyber law tidak dapat lepas dari isu yang menyangkut procedural, seperti yurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/ transaksi elektronik dari tanda tangan digital/ elektronik, pornografi, pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia.[3]
Adapun aspek hukum aplikasi internet meliputi: aspek fitnah dan pencemaran nama baik, aspek privasi, aspek hak cipta, aspek merek dagang.[4]
Dalam pasal 1 UU No. 19/ 2016 tentang perubahan atas UU No. 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik menyebutkan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, symbol, atau perforasi yang telah diolah yang dimiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya, sedangkan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Adapun jenis cyber crime dalam UU ITE, antara lain:
-          Cyber porn (porno diinternet)
-          Perjudian internet
-          Penghinaan atau pencemaran nama baik di internet.
-          Penyadapan
-          Akses internet illegal
-          Pengubahanhalaman website &
-          Pencurian melalui internet.
Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet, cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak Negara adalah”ruang dan waktu”. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu tersebut.
Cyberlaw merupakan hal yang sangat serius untuk difikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan didunia maya, karena mengingat ruang lingkup dari cyberlaw yang sangat luas.
Sedangkan di Indonesia melahirkan UU No. 19/ 2016 tentang perubahan atas UU No. 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik untuk antisipasi dan solusi dari perkembangan zaman seperti sekaran ini. Hukum semestinya sebagaimana dasarnya bahwa hukum dalam perkembangannya harus lebih cepat dari pekembangan masyarakat itu sendiri agar dapat menjangkau seluruh kegiatan manusia.
2.      Analisa kasus
Menimbang melihat dari latar belakang dan kerangka teori tersebut maka, penulis berpendapat bahwa telah terjadi atau termasuk kejahatan dalam dunia maya (sosial media/ internet). Selain itu juga sebagaimana disebutkan bahwa cyberlaw meliputi seluruh aktivitas yang menggunakan atau tersambung disaluran internet.
Dari uraian diatas, bahwa salah satu jenis cyber crime adalah penghinaaan atau pencemaran nama baik melalui internet, dan terkait dengan kasus ini karena telah terjadi penyebaran informasi dengan tujuan menyebarkan kebencian atau ujaran kebencian yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban sebagaimana uraian diatas.
Lebih konkritnya penulis menggunakan pasal 45A ayat (2) “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarkat tertentu berdasarkan atas suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA) sebagaimana disebutkan dalam 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000. 000. 000,00 (satu miliar rupiah)”.
Sehubungan dengan memperkuat pendapat tersebut, penulis menguraikan unsur-unsur, baik yang terkandung dalam pasal maupun posisi kasus ini. Adapun unsur-unsur tersebut ialah sebagai berikut:
-          Unsur setiap orang
Dalam hal ini dilakukan oleh seorang sebagai subyek hukum, dan seorang dalam kasus ini penulis cukup menyebutnya sebagau pelaku yang menyebarkan informasi melalui  salah satu sosial media (internet). Oleh karena itu, unsur setiap orang dalam kasus ini sudah terpenuhi.
-          Unsur dengan sengaja
o   Bahwa pelaku telah dengan sengaja melalui salah satu sosial media untuk menyebarkan informasi atau dokumen elektronik tentang korban.
o   Bahwa perbuatan tersebut dengan sengaja untuk membuka privasi korban untuk menimbukan rasa kebencian dan permusuhan baik terhadap korban secara individu maupun sekelompok orang yang berkaitan dengan  latarbelakang kedua belah pihak.
o   Bahwa dalam kasus ini pelaku sengaja memposting tulisan dan gambar di salah satu sosial media terkait dengan korban untuk memancing emosi dan dendam terhadap lawan politik kampus universitas muhammadiyah malang.
o   Bahwa dengaja dalam kasus ini penulis perkuat dengan melihat sering terjadinya cek-cok adu mulut dan baku pukul diantara kadua belah pihak.
o   Menurut professor Moeljatno,SH, dalam buku asas-asas hukum pidana, terbitan Rineka Cipta, teori mengenai kesengajaan ada dua, yakni teori kehendak yang mendapat pembelaan kuat dari von Hippel dan simons, serta teori pengetahuan yang diajarkan oleh Fran dan mendapatkan sokongan kuat dari von Listz dan dianut oleh von Hamel.
o   Dari kaca mata teori kehendak (wilstheorie), kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan tersebut perbuatan seperti yang dirumuskan dalam wet (de op verweklijkking der wettelijke omschrijving gerichte wil). Menurut Moeljatno, kehendak merupakan arah, maksud dan tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuan perbuatannya.
o   Sedangkan teori pengetahuan (voorstellingstheorie), kesengajaan adalah kehendek untuk berbuat dengan mengetahui unsur-unsur yang diperlukan menurut rumusan wet. Menurut Moeljatno untuk membuktikan adanya kesengajaan dapat ditempuh dengan dua jalan yaitu membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa antara motif dan tujuan atau pembuktian adanya penginsafan atau pengertian terhadap apa yang dilakukan beserta akibat dan keadaan yang menyertainya.
o   Bahwa benar kiranya, pelaku memenuhi unsur kesengajaan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap korban secara langsung ataupun sekelompok orang dari kedua belah pihak.
o   Oleh karena itu, unsur dengan sengaja dalam kasus ini sudah terpenuhi.
-          Unsur tanpa hak
o   Dalam rumusan pasal 45A ayat (2) UU ITE, unsur tanpa hak merupakan bagian dari sifat melawan hukum yang merupakan suatu kesalahan dalam perbuatan pidana. Didalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pelaku terhadap perbuatannya. Unsur ini harus dihubungkan dengan konteks UU ITE, yakni membuat dapat diaksesnya konten informasi tersebut.
o   Bahwa mengenai kontennya secara jelas penulis menerangkan bahwa informasi yang diunggah oleh pelaku mempunyai muatan tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu korban maupun kelompok dari masing-masing latar belakang kedua belah pihak.
o   Oleh karena itu, unsur tanpa hak dalam kasus ini sudah terpenuhi.
-          Unsur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarkat tertentu berdasarkan atas suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA).
o   Bahwa rumusan unsur untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat dalam UU ITE bermaksud untuk meluaskan muatan lingkupnya dibandingkan dengan UU Deskriminasi.
o   Bahwa rumusan dalam pasal ini merupakan pasal paling kuat bagi tindak pidana penyebaran kebencian atau permusuhan dalam dunia maya dibanding pasal-pasal pidana lainnya, karena muatan dari pasal 45A ayat (2)  UU ITE ini sangat luas.
o   Bahwa maksud dari pelaku dalam menulis, dan menampilkan gambar dalam salah satu sosial media tersebut untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
o   Bahwa pelaku dan korban memiliki hubungan yang kurang baik sebelumnya karena merupakan lawan politiknya.
o   Bahwa menurut Josua Sitompul,SH, IMM sebenarnya tujuan dari pasal ini adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang menggunakan sosial media atau internet yang bersifat provokatif.
o   Bahwa karena itu, unsur ini sudah terpenuhi.
Menurut hemat penulis, selain daripada sudah memenuhi unsur pasal 45A ayat (2) secara khusus, juga kasus ini sudah termasuk dalam kejahatan dunia maya (cyberlaw) umumnya.
Sederhanya bahwa dalam kasus ini secara sah terjadi penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan dan menggunakan salah satu sosial media atau internet. Selain itu juga sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli bahwa cyber law merupakan istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Dengan demikian, penulis tidak menutup mata atas kekurangan refrensi atau dasar dalam membicarakan cyberlaw, selain itu juga UU ITE ini masih belum bisa diakatakan efektif dalam penegakan hukum di Indonesia. Peraturan perundang-undangan semestinya harus dibuat secara khusus tentang cybercrime sebagai lexspesialis untuk memudahkan penegakan hukum terhadap kejahatan tersebut,  selain itu juga spesialis terhadap aparat penyidik maupun penuntut umum dapat dipertimbangkan sebagai salah satu cara untuk melaksanakan penegakan hukumnyanya sendiri.
c.      Kesimpulan
Cyber law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (law of information techonology) Hukum Dunia Maya (virtual word law) dan hukum mayantara. sedangkan aspek hukum aplikasi internet meliputi: aspek fitnah dan pencemaran nama baik, aspek privasi, aspek hak cipta, aspek merek dagang.
cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet, cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak Negara adalah”ruang dan waktu”. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu tersebut.
Dalam pasal 1 UU No. 19/ 2016 tentang perubahan atas UU No. 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik menyebutkan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, symbol, atau perforasi yang telah diolah yang dimiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya, sedangkan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Sederhanya bahwa apabila dihubungkan antara yang dimaksud dengan cyberlaw dan dengan kasus ini sudah terbukti secara sah terjadi penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan dan menggunakan salah satu sosial media atau internet. Oleh karena itu apabila kejahatan yang menggunakan dunia maya atau internet sebagaimana contoh kasus yang digunakan penulis sudah termasuk dalam kejahatan dalam dunia maya atau cyberlaw.
Hemat penulis untuk saran bahwa Peraturan perundang-undangan semestinya harus dibuat secara khusus tentang cybercrime sebagai lexspesialis untuk memudahkan penegakan hukum terhadap kejahatan tersebut,  selain itu juga spesialis terhadap aparat penyidik maupun penuntut umum dapat dipertimbangkan sebagai salah satu cara untuk melaksanakan penegakan hukumnyanya sendiri.



[1] Ramli Ahmad M. Cyber Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2006
[2] Magdalena, dkk. Cyberlaw, tidak perlu takut, Yogyakarta: andi, 2007
[3] Nazarudin Tianotak, Urgensi Cyberlaw Di Indonesia Dalam Rangka Penaganan Cybercrime Disektorat Perbankan, jurnal sasi vol. 17 No. 14 (online), diakses tanggal 27 Okt 2017
[4]Imam T, Ilmu Cybercrimer dan Cyberlaw, http//www.academia.edu, diakses tanggal 27 Okt 2017

Komentar